Tantangan Fintech P2P Lending di Indonesia

0
3591

Kehadiran perusahaan jasa teknologi keuangan (financial technology/fintech) terus menjamur. Sayangnya pertumbuhan ini sering diterpa isu-isu negatif terutama oleh platform-platform fintech ilegal. Salah satu yang tentu masih hangat di ingatan adalah pemberitaan perempuan siap digilir. Isu ini sempat viral karena dilakukan oleh perusahaan fintech ilegal sebagai cara penagihan kepada debiturnya.

Untuk itu, Anda harus lebih teliti ketika ingin melakukan pinjaman. Pastikan fintech tersebut sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), salah satu fintech yang sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK adalah PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran).

Menanggapi kasus-kasus tersebut, Mikhail Tambunan Chief Financial Officer & Co-Founder Akseleran berbagi informasi kepada pendengar Radio Pas FM beberapa waktu lalu. Berikut cuplikan hasil wawancaranya:

Bagaimana tanggapan dari beredarnya kasus-kasus fintech ilegal?

Pertumbuhan peer-to-peer lending hingga pertengahan 2019 sangat tinggi, tercatat yang terdaftar dan diawasi OJK sudah lebih dari 100 entitas. Jika menilik Akseleran, per Juli sudah menyalurkan lebih dari Rp600 miliar. Tentu ada tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi, terutama dalam menyalurkan pinjaman dengan mengedepankan keamanan yang tersedia di platform Akseleran dan tantangannya adalah menjaga kualitas aset yang ada. Sehingga para pengguna peer-to-peer lending tetap loyal terutama di Akseleran.

Untuk sisi collection seperti apa yang diterapkan Akseleran?

Untuk collection, dari sisi manajemen Akseleran sudah mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang jelas. Seperti bagaimana cara collection kepada borrower, manajemen selalu memastikan bahwa tim collection menjalankan sesuai prosedur. Karena prosedur yang manejemen buat sudah berlaku secara umum. Selain itu, para collector Akseleran pun sudah berbekal sertifikasi dari asosiasi hal ini agar melakukan tugasnya sesuai koridor dengan benar dan jelas. Selain memastikan itu, secara internal tim collection Akseleran juga terus mengedepankan prinsip transparansi dalam melakukan collection dimana para collector Akseleran harus memiliki wawasan yang luas agar ketika menghadapi hal-hal lain di lapangan, tim collection sudah mengetahui responnya seperti apa. Misalkan ada keterlambatan, biasanya tim collection melakukan diskusi atas keterlambatan yang terjadi, apa karena usahanya turun? Di sini tim collection akan eksplor lebih lanjut. Seperti langkah-langkah apa yang bisa Akseleran lakukan atau borrower lakukan agar tetap bisa melakukan kewajibannya tanpa harus Akseleran push sedemikian rupa. Untuk itu, informasi tersebut harus jelas sehingga Akseleran bisa informasikan kepada para lender yang menaruhkan uangnya ke UKM tersebut. Inilah yang selalu diterapkan Akseleran yakni transparansi, karena transparansi itu penting. 

Tetapi jika Akseleran menemukan adanya indikasi kecurangan dalam keterlambatan pembayaran, berarti akan melalui jalur hukum. Akseleran bisa membawa ini ke jalur hukum, yakni melibatkan lawyer dan aparat kepolisian.

Bagaimana tanggapan dengan adanya inisiasi credit scoring, dengan adanya inisiatif pembentukan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) dari Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?

Pembentukan Pusdafil cukup baik dan Akseleran mengapresiasi inisiatif tersebut. Karena dengan adanya ini pelaku peer-to-peer lending bisa saling bertukar informasi. Contoh, Akseleran saat ini sudah connect dengan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) sementara peer-to-peer lending lain apakah connect dengan Pefindo atau tidak. Jika tidak, pelaku peer-to-peer lending satu sama lain bisa saling tukar informasi. Maka Pusdafil ini sebenarnya menguntungkan juga, misalkan ada peminjam yang meminjam di peer-to-peer lending lain lalu pinjam di Akseleran, maka Akseleran bisa cek apakah ada keterlambatan pembayaran atau tidak membayar? Jika ada, maka dengan mudah Akseleran menolak pinjaman yang diajukan atau sebaliknya jika sudah memiliki histori dan terlihat lancar pasti peminjam lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman.

Pada prakteknya nanti sampai mana batasan saling lihat data ini terjadi?

Jangan sampai ternyata ada data yang sangat detail dan pertukaran data sehingga membuat pelaku saling prospek pengguna baru dari database yang ada. Mungkin sebatas histori, tidak detail seperti alamat atau nomor telpon yang bisa dihubungi. Contoh, yang bisa dilihat adalah nama individu atau nama perusahaan, lalu histori dari pinjaman apakah A pernah pinjam di peer-to-peer lending X dan berapa nominal pinjamnya. Jika detail dikhawatirkan bisa ambil data satu sama lain.

Anda masih diselimuti rasa khawatir atas maraknya fintech ilegal? Berikut informasi lengkap yang disampaikan Mikhail Tambunan Chief Financial Officer & Co-Founder Akseleran kepada pendengar Radio Pas FM:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here