Christopher Gultom:Akseleran Siap Akuisisi Perusahaan Multifinance

0
768
Christopher Gultom, Direktur Utama Akseleran

Pada tahun ini Akseleran pun tengah melakukan upaya untuk mengakuisisi perusahaan Multifinance yang diharapkan mampu memperluas pasar sehingga Akseleran bisa terus meningkatkan penyaluran pembiayaannya sekaligus ikut membantu menekan gap pembiayaan di Indonesia”

JAKARTA – Industri financial technology (“Fintech“) peer-to-peer lending (“P2P Lending“) makin menjamur di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan P2P Lending ini pun terbilang cukup pesat di mana saat ini mencapai 102 perusahaan yang sudah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”), meski turun dari sebelumnya yang sempat menyentuh 160 perusahaan. 

Salah satu perusahaan rintisan (startup) P2P Lending yang mampu bertahan yang tetap bertumbuh dan eksis hingga saat ini yaitu PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (“Akseleran”). 

Sebagai Platform P2P Lending di Indonesia, Akseleran telah berizin dan diawasi oleh OJK sebagai Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016. 

Akseleran didirikan pada Oktober 2017 oleh empat orang expert di bidang keuangan, legal, dan teknologi yaitu Christopher Gultom yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Akseleran, Mikhail Tambunan yang didapuk sebagai Direktur bagian keuangan, Rassel Pratomo sebagai Chief Technology Officer serta Ivan Tambunan yang menjabat sebagai CEO dari Group Akseleran. Semangat dari pendirian Akseleran yaitu keinginan dari ketiganya untuk menyediakan akses pembiayaan yang lebih fleksibel bagi para pelaku usaha kecil dan menengah serta memberikan alternatif investasi bagi masyarakat. 

Christopher Gultom menjelaskan, pada 2017 tepatnya di bulan pertama berdiri, Akseleran telah mampu menyalurkan pinjaman sekitar Rp2 miliar. Sejak Oktober 2017 sampai dengan Desember 2022, Akseleran tercatat telah menyalurkan pinjaman sebesar hampir Rp7 triliun, di mana sekitar 97 persennya disalurkan kepada sektor produktif, khususnya usaha kecil dan  menengah. 

“Jadi growth-nya sudah lumayan besar. Memang itu perjalanannya juga cukup panjang dan tidak mudah juga, namun kami didukung dengan tim yang solid dan berpengalaman,” kata dia. 

Pada 2022, Akseleran menyalurkan pinjaman sebesar hampir Rp3 triliun, tumbuh sekitar 62 persen dibandingkan 2021. Sejak pendirian 6 tahun lalu hingga saat ini Akseleran telah melewati berbagai macam  tantangan, salah satunya saat pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia. Christopher mengakui, pandemi ini telah membuat setiap sektor industri keuangan terdampak, salah satunya P2P Lending. Namun, di industri ini sendiri yang paling banyak terdampak yaitu P2P Lending yang melayani pembiayaan konsumtif. 

“P2P Lending terbagi menjadi dua, ada yang pembiayaan konsumtif dan ada yang untuk pembiayaan produktif. Nah kalau yang pembiayaan konsumtif itu yang sebenarnya pinjaman online (“pinjol“) . Yang terdampak itu sebenarnya mereka, (peminjamnya) ada yang lay off (PHK), ada yang dirumahkan, potong gaji sehingga untuk pengembalian lumayan sulit,” jelas dia.

Tak Terdampak Ganasnya Covid-19

Untungnya, lanjut Christopher, Akseleran termasuk P2P Lending yang tidak terlalu terdampak ganasnya pandemi covid-19. Hal ini berkat pengetatan yang dilakukan dalam penyaluran pinjaman. Dia bercerita, saat 2019, penyaluran pinjaman yang dilakukan Akseleran mampu tumbuh hampir 4 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun pertumbuhan penyaluran pinjaman ini juga diiringi dengan meningkatnya kasus kredit macet. Berkaca dari hal tersebut, Akseleran kemudian mengambil beberapa langkah perbaikan sebagai mitigasi risiko kredit macet. 

“Mitigasi resikonya pada dasarnya sama, jadi untuk Akseleran di pasar itu terkenal cukup konservatif, bahkan saya dengar di pasaran bagi penerima pinjaman kalau sudah pernah menerima pinjaman dari Akseleran maka bisa lebih mudah mendapat  pinjaman dari P2P lain,” kata Christopher. 

Akseleran pun menerapkan sejumlah layer untuk memitigasi risiko kredit macet. Pada tahap pendaftaran untuk mengajukan pinjaman, calon debitur harus mengikuti tahap pengecekan seperti KYC, biometrik, E-KTP dan lain-lain. Akseleran juga akan mengecek laporan keuangan calon debitur secara historis untuk melihat bagaimana rasio keuangannya. Hal ini untuk memastikan jika debitur memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjamannya sehingga bisa dikatakan layak untuk mendapat pinjaman. 

“Karena industri peer to peer lending ini kan memberikan pinjaman dasarnya bukan fixed asset. Kalau perbankan mungkin kebanyakan fixed asset, sedangkan Akseleran atau peer to peer lending ini kan produknya soft collateral yang bentuknya bisa invoice, PO, SPK, persediaan barang dagang, mesin dan peralatan. Jadi kita perlu make sure bahwa bisnisnya ini bisa jalan sehingga pembayarannya nanti jelas,” jelasnya. 

“Karena kita tidak ada second way out. Sebagai contoh perbankan jika kreditnya macet maka dia bisa jual asetnya, sedangkan kami tidak bisa, jadi perlu kita make sure banget dari segi bisnisnya bagus layak dan sumber pembayarannya jelas. Itu menjadi kuncinya. Bahkan rekening pembayarannya kita join account sehingga benar-benar kita make sure uangnya tidak lari kemana-mana setelah dibayar, karena produk kami 90 persen lebih invoice financing dan pre-invoice financing,” lanjut dia. 

Dari sisi investor Akseleran atau dalam industri P2P Lending biasa disebut sebagai lender, saat ini 99,9 persen berasal dari dalam negeri. Selain itu, sekitar 60 persennya merupakan lender ritel, yang artinya individual. Sedangkan sisanya merupakan lender institusi seperti perbankan. 

Keuntungan Menjadi Lender Akseleran? 

Christopher menjelaskan, bunga investasi yang ditawarkan Akseleran pun cukup kompetitif, yaitu sekitar 10 persen hingga 12 persen per tahun. Bunga ini terbilang lebih tinggi jika dibandingkan bunga deposito perbankan pada 2022 yang berada di kisaran 4 persen, tetapi tentu dengan profil risiko yang berbeda.

Selain itu, tidak seperti nasabah bank, jika ingin menginvestasikan uang di Akseleran, lender cukup membuka semacam rekening secara online dan cukup melakukan top up dana yang ingin diinvestasikan. Terkait risiko investasi, Christopher tidak menampik jika setiap instrumen investasi pasti memiliki risiko. Namun dia memastikan jika risiko investasi di Akseleran sangat minim, bahkan hanya sekitar 1 persen. 

“Tentu ada risiko tetapi untungnya saat ini kita sudah terproteksi asuransi kredit sampai dengan 99 persen dari nilai pokok pinjaman yang belum dibayar. Tetap ada risiko 1 persen, tetapi 1 persen relatif kecil, sehingga orang (Lender) tidak takut,” ungkapnya. 

Christopher mengakui, industri P2P Lending tumbuh sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut dia, industri peer to peer lending masih menarik untuk dikembangkan karena adanya funding gap antara orang yang membutuhkan pembiayaan dengan pihak yang menyediakan pembiayaan. Gap pembiayaan tersebut bahkan diperkirakan masih sekitar Rp 2.000 triliun per tahun. Sedangkan saat ini industri fintech secara umum baru mampu 

memenuhi kebutuhan pembiayaan sekitar Rp250 triliun per tahun atau sekitar 10 persen-15 persen. 

“Sehingga ruang untuk tumbuhnya itu masih cukup besar namun tentunya tetap dengan aturan-aturan yang perlu tetap diikuti seperti mitigasi resikonya harus jelas. Itu memang perlu karena kita juga belajar banyak P2P lending berguguran itu karena masalah kredit macet,” ucapnya. 

Di tengah potensi pertumbuhan industri P2P Lending yang besar, sayangnya industri ini juga harus berhadapan dengan stigma negatif lantaran munculnya platform-platform pinjol ilegal. Meski demikian, lanjut Christopher, pihaknya tidak menyerah untuk terus memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang perbedaan pinjol legal yang terdaftar dan diawasi oleh OJK dan pinjol ilegal. 

“Edukasi yang kita lakukan banyak seperti seminar dan lain-lain. Hanya memang penyampaiannya bahwa pinjol itu terkonotasi negatif karena ilegal. Kalau yang legal sudah pasti terdaftar di OJK, yang tidak terdaftar di OJK ini yang ilegal. Sedangkan yang legal ini diawasi sekali oleh OJK. Contoh jika kita ada komplain dari customer, itu harus benar-benar ada solusinya. (Jika ada aduan) masuk ke OJK. Kadang di-suspend,” kata dia. 

Target 2023

Pada tahun 2023 ini, Akseleran menargetkan mampu menyalurkan pinjaman hingga Rp6 triliun, atau naik 100 persen dari penyaluran di 2022 yang sebesar Rp2,9 triliun. Menurut Christopher, hal ini bukan target mustahil untuk dicapai karena setiap tahunnya Akseleran memang mencatatkan pertumbuhan penyaluran pinjaman hingga 100 persen. 

“Karena secara historis pertumbuhannya memang kurang lebih sekitar itu. Jadi bukan yang ekstrem banget karena kita juga memang masih startup jadi memang perlu ada growth yang tinggi tetapi secara historis kita masih mampu untuk tumbuh jadi pertumbuhannya masih realistis,” sambungnya.

Guna mendukung target tersebut dan target beberapa tahun ke depan, pada tahun ini Akseleran pun tengah melakukan upaya untuk mengakuisisi perusahaan Multifinance yang diharapkan mampu memperluas pasar sehingga Akseleran bisa terus meningkatkan penyaluran pembiayaannya sekaligus ikut membantu menekan gap pembiayaan di Indonesia. 

“Jadi untuk perusahaan Multifinance akan kita coba jalankan, mudah-mudahan dalam waktu 6 bulan ke depan sudah bisa diimplementasikan hanya memang masih proses panjang. Jadi fungsi Multifinance ini untuk mengambil pasar yang dilayani Akseleran sekarang tapi  dengan ukuran yang lebih besar lagi. Karena size-nya besar jadi penyaluran perpenerima pinjaman bisa Rp10 miliar, Rp20 miliar dan pertumbuhannya jadi lebih tinggi lagi, karena biasanya kita penyaluran per penerima pinjaman hanya Rp2 miliar, sekarang bisa menyalurkan per penerima pinjaman lebih dari Rp2 miliar. Jadi produknya tetap sama hanya kita main di pasar yang lebih besar,” tutupnya.