Sisi Ekonomi, Apa itu Resesi, Depresi dan Cirinya?

0
1443

Pemerintah Indonesia terus mengajak seluruh pihak untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional. Tak hanya itu, pemerintah pun terus gencar mengeluarkan stimulus-stimulus agar perekonomian negara tetap stabil bahkan maju lebih cepat dibandingkan negara-negara lain yang terkena dampak Covid-19.

Gaung tersebut, membuat telinga kita sering mendengar istilah resesi dan depresi beberapa bulan terakhir. Lalu sebenarnya apa itu resesi dan depresi serta cirinya seperti apa?

Berikut penjelasannya!

Apa itu Resesi?

Berdasarkan penjelasan para pakar ekonom, resesi ekonomi dapat diartikan sebagai kelesuan ekonomi. Artinya kondisi produk domestik bruto (GDP) mengalami penurunan atau pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal secara berturut-turut atau lebih dari satu tahun.

Sesuai dengan namanya yang berarti kelesuan atau kemerosotan, resesi mengakibatkan penurunan secara simultan pada setiap aktivitas di sektor ekonomi. Sebut saja lapangan kerja, investasi, dan juga laba perusahaan.

Terjadinya resesi ekonomi menimbulkan efek domino pada masing-masing kegiatan ekonomi tersebut. Ketika investasi mengalami penurunan, maka tingkat produksi atas produk atau komoditas juga akan menurun.

Dampaknya akan terjadi banyak pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja. Secara lebih lanjut, kondisi tersebut mengakibatkan daya beli masyarakat menurun yang berimbas pada turunnya keuntungan perusahaan.

Untuk mengatasi ancaman, ekonomi umumnya bereaksi dengan melonggarkan kebijakan moneter dengan memasukkan lebih banyak uang ke dalam sistem, yaitu dengan meningkatkan jumlah uang beredar. Langkah ini dilakukan dengan mengurangi suku bunga. Peningkatan pengeluaran oleh pemerintah dan penurunan pajak juga dianggap jawaban yang baik untuk masalah ini.

Sementara mengutip www.cnnindonesia.com Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyatakan perhitungan resesi merujuk pada pertumbuhan ekonomi secara tahunan, bukan kuartalan. Artinya, jika ekonomi suatu negara minus dalam dua kuartal berturut-turut secara kuartalan belum bisa disebut resesi.

Beda halnya jika ekonomi satu negara sudah minus dalam dua kuartal berturut-turut secara tahunan, maka negara itu sudah bisa disebut masuk ke jurang resesi. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32% per kuartal II-2020. Realisasi ini menjadi yang pertama sejak kuartal I 1999. Namun, jika dilihat secara kuartalan, ekonomi Indonesia sudah mengalami kontraksi sejak kuartal IV 2019 hingga kuartal II 2020. Tercatat, ekonomi Indonesia kontraksi sebesar 1,74% pada kuartal IV 2019. Kemudian, ekonomi kembali kontraksi sebesar 2,41% pada kuartal I 2020 dan kontraksi sebesar 4,19% pada kuartal II 2020.

Terjadinya resesi ekonomi seringkali diindikasikan dengan menurunnya harga-harga yang disebut dengan deflasi, atau sebaliknya inflasi di mana harga-harga produk atau komoditas dalam negeri mengalami peningkatan secara tajam.

Ciri-Ciri Negara yang Mengalami Resesi

Sebenarnya apa yang dijadikan indikator suatu negara memasuki masa resesi ekonomi? Beberapa pakar ekonom menilai, suatu negara dikatakan masuk dalam kategori resesi apabila terdapat beberapa indikator berikut:

  • Ketidakseimbangan antara produksi dengan konsumsi. Ekonomi tak jauh-jauh dari produksi dan konsumsi. Keseimbangan diantara keduanya menjadi dasar pertumbuhan ekonomi. Di saat produksi dan konsumsi tidak seimbang, maka akan terjadi masalah dalam siklus ekonomi.
  • Pertumbuhan ekonomi merosot selama dua kuartal secara berturut-turut. Dalam perekonomian global, pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik buruknya kondisi ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi ini menggunakan acuan produk domestik bruto yang merupakan hasil penjumlahan dari konsumsi, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor yang dikurangi impor. Jika produk domestik bruto mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dapat dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan mengalami kelesuan atau resesi. Jika pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kenaikan secara signifikan, artinya negara tersebut dalam kondisi ekonomi yang kuat.
  • Nilai impor jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor. Kegiatan impor dan ekspor sangatlah wajar dalam perdagangan internasional. Selain untuk menjalin kerja sama ekonomi, impor dan ekspor menjadi salah satu untuk memenuhi kebutuhan penduduk di kedua negara. Tetapi jika nilai impor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai ekspor berisiko pada defisit anggaran negara.
  • Terjadi inflasi atau deflasi yang tinggi. Dalam perekonomian terkadang memerlukan inflasi untuk kepentingan tertentu. Namun jika inflasi yang terlalu tinggi justru mempersulit kondisi ekonomi, karena harga-harga komoditas melonjak tinggi dan sebaliknya, jika terjadi penurunan drastis bisa mempengaruhi tingkat pendapatan dan laba perusahaan yang rendah. Akibatnya, biaya produksi tidak tertutup sehingga volume produksi rendah.
  • Angka pengangguran tinggi. Penggerak ekonomi suatu negara ditentukan juga oleh tenaga kerja, karena dalam kegiatan ekonomi tenaga kerja menjadi salah satu faktor produksi yang memiliki peranan penting. Pasalnya, jika suatu negara tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal, maka tingkat pengangguran di negara tersebut akan tinggi. Risikonya, daya beli rendah dan memungkinkan akan memicu adanya tindakan kriminal guna memenuhi kebutuhan hidup.

Baca Juga:
Daftar Pekerjaan di Indonesia dengan Gaji di Atas Rp10 Juta
Susah Cari Pekerjaan di Masa Pandemi? Perhatikan Ini
Ini Profesi Paling Menjanjikan di Masa Pandemi Covid-19

Apa itu Depresi?

Depresi adalah keadaan ekonomi yang mengalami resesi berkepanjangan sehingga mengakibatkan sektor ekonomi tersebut melemah. Sedangkan resesi adalah keadaan di mana terjadi kemerosotan pada produk domestik bruto. Depresi dan resesi memiliki hubungan sebab akibat. Depresi terjadi karena resesi dalam waktu yang lama. Maka depresi selalu didahului oleh resesi.

Ciri-Ciri Negara yang Mengalami Depresi

  • Daya Beli yang Menurun. Bila suatu negara mengalami depresi tentu membuat keadaan ekonomi sulit dan lapangan kerja semakin sulit sehingga menekan daya beli individu, artinya daya beli masyarakat menurun.
  • Produksi Barang Berkurang Hingga 50%. Daya beli masyarakat yang menurun akan berdampak pada banyaknya barang sisa-sisa produksi yang tersimpan di gudang. Hal tersebut membuat para produsen mengurangi produksinya untuk tetap bisa bertahan karena untung belum tentu didapat dari hasil produksi sebelumnya.
  • Penjualan Saham Secara Besar-besaran. Meski mengalami resesi, harga saham justru mengalami peningkatan yang signifikan bahkan tak bisa diperkirakan. Kondisi ini dimanfaatkan para investor untuk menjual sahamnya secara masif sehingga bisa membuat harga saham merosot tajam. Efek paling buruknya adalah saham menjadi tidak berharga dan kepercayaan konsumen ikut menurun.
  • Bank Pailit. Suatu negara mengalami yang depresi akan mendorong masyarakat yang menyimpan uang di bank untuk mengambil secara besar-besaran. Hal ini bisa mengakibatkan bank mengalami defisit kas. Selain itu, dampak banyaknya pengangguran menjadikan tingkat kredit macet yang tinggi.

Sobat, itulah pengertian resesi dan depresi serta ciri-cirinya. Meski berbagai negara termasuk Indonesia tengah ramai dibicarakan telah memasuki masa resesi karena dampak adanya pandemi Covid-19, semoga masa ini cepat berlalu. Sehingga roda ekonomi dapat berputar kembali dengan sempurna.

Nah, salah satu cara memulihkan perputaran roda ekonomi adalah dengan memberikan pinjaman kepada pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Menurut data Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) tahun 2018, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%. Maka dari itu, yuk mulai berikan pinjaman ke UKM-UKM melalui Fintech P2P Lending Akseleran. Selain membantu pelaku UKM, Sobat juga akan mendapatkan bunga hingga mencapai 21% per tahun.

Daftar sekarang dan dapatkan imbal hasil hingga 21% per tahun di Akseleran

Akseleran memberikan saldo awal senilai Rp 100 ribu untuk pendaftar baru dengan menggunakan kode CORCOMMBLOG. Melakukan pendanaan di Akseleran juga sangat aman karena lebih dari 98% nilai portofolio pinjamannya memiliki agunan. Sehingga dapat menekan tingkat risiko yang ada. Akseleran juga sudah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nomor surat KEP-122/D.05/2019 sehingga proses transaksi yang kamu lakukan jadi lebih aman dan terjamin.

Untuk kamu yang tertarik mengenai pendanaan atau pinjaman langsung bisa juga menghubungi (021) 5091-6006 atau bisa via email [email protected]